Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Kisah Pilu Seorang Istri, Melepas Trauma KDRT dan Meraih Kebahagiaan Cinta Sejati

Hatiku terasa remuk, bagaikan pecahan kaca yang tajam mengiris jiwaku. 

Aku, Sabrina wanita berusia 26 tahun yang dulunya begitu memuja dan mencintai pria yang bernama Bayu dan kupilih menjadi teman hidupku.

Kisah Pilu Seorang Istri, Melepas Trauma KDRT dan Meraih Kebahagiaan Cinta Sejati

 

Namun cinta itu justru menjadi belenggu penderitaan yang merenggut semua mimpiku.

Pernikahan yang seharusnya menjadi ikatan suci penuh cinta berubah menjadi neraka dunia bagiku.

Melepas Belenggu Kegelapan, Menggapai Sinar Kebahagiaan

Bayu sosok yang seharusnya menjadi pelindungku kenapa bisa menjadi algojo yang merenggut harkatku sebagai seorang istri. 

Aku sering disiksa,, dipaksa tidur di lantai seperti binatang yang terbuang. Tak hanya itu saja saat kami pergi dia menyeretku tanpa rasa kasihan sedikitpun. 

Meludahiku di sepanjang jalan ketika kami di mobil, seolah aku hanyalah sampah menjijikkan yang layak dibuang.

Rasa sakit itu tak hanya menghunjam ragaku, tetapi juga jiwaku. Kepalaku dipukul menggunakan termos bayi stainless hingga memar dan berdarah. 

Darah segar mengalir membasahi rambutku😂 sementara rasa nyeri menjalar ke seluruh tubuhku. 

Tubuhku disiram air kopi seakan mencoba menghapus eksistensiku dari dunia ini, Air panas itu serasa menggigit kulitku dan membuatku menggigil kedinginan.

Saat mengandung buah hati kami di usia kehamilan 6 bulan bahkan aku dilempar pakai piring berwarna hijau penuh dengan nasi. 

Makanan berceceran di lantai .... sementara aku hanya bisa meringkuk ketakutan, melindungi perutku yang membuncit. 

Sejak saat itu,, warna hijau selalu mengingatkanku pada trauma mengerikan itu dan Setiap melihat piring hijau, bayangan mengerikan itu kembali menghantuiku.

Melepas Diri dari Sangkar Penderitaan

Aku merasa terkurung dalam sangkar penderitaan tanpa jalan keluar. 

Namun,,, di sudut hatiku yang terdalam aku tahu aku harus bertahan hanya untuk diriku sendiri dan untuk anakku. 

Maka dengan sekuat tenaga aku memberanikan diri melepaskan diri dari belenggu pernikahan yang sangat menyiksa ini. 

Aku memutuskan untuk bercerai dengan Bayu, meski hatiku terasa hancur berkeping-keping.

Melepaskan diri dari sangkar itu bukanlah hal mudah, Aku harus menanggung stigma masyarakat yang masih menganggap perceraian sebagai aib. 

Aku tak memperdulikan lagi yang terpenting bagiku adalah keselamatan diriku dan anakku dari cengkeraman Bayu yang kejam.

Meski terasa berat,, aku bangkit dari keterpurukan dengan caraku sendiri. Aku kembali bekerja dan mencari nafkah untuk menghidupi diriku dan Adita (buah hatiku). 

Di tempat kerja aku menemukan teman-teman baru yang membantuku melewati lembah kegelapan ini. 

Mereka menjadi penopang ketika aku merasa terpuruk lalu membantuku bangkit kembali. Adita.. buah hatiku, kurawat dengan penuh kelembutan dan cinta. 

Dia menjadi penyemangatku untuk terus melangkah salah satu menjadi alasan bagiku untuk tetap bertahan hidup. 

Setiap melihat senyum polosnya😊 hatiku terasa menghangat seolah-olah ada secercah harapan di balik kegelapan yang menyelimutiku.

Melepas Trauma dan Membuka Hati untuk Kebahagiaan

Lima tahun berlalu, dan akhirnya aku bisa melepaskan trauma masa lalu. Waktu seolah menjadi obat penyembuh bagi luka lukaku. Aku telah move on dari mantan suamiku yang kejam. 

Hatiku perlahan terbuka untuk menerima kebahagiaan yang sesungguhnya. Melalui seorang teman kantor, aku diperkenalkan dengan Soni.

Seorang pria baik hati yang begitu mencintaiku dan Adita bagaikan anak kandungnya sendiri. 

Soni seolah menjadi cahaya yang menerangi jalan hidupku yang kelam. Dia menerimaku apa adanya, tanpa memandang masa laluku yang kelam.

Tak butuh waktu lama, hanya berselang 6 bulan, kami resmi menikah. Soni adalah sosok pria yang taat beribadah, bijaksana, dan humoris. 

Dia selalu membuatku tersenyum, seolah menjadi pelita yang menerangi jalan hidupku yang kelam.

Adita pun menerima Soni dengan tangan terbuka. Dia begitu bahagia memiliki sosok ayah yang selama ini dinantikannya. 

Mereka begitu dekat, bagaikan ayah dan anak kandung. Melihat kebahagiaan di wajah Adita, hatiku terasa lega.

Bahagia Sejati di Balik Derita

Aku bersyukur kepada Tuhan karena akhirnya badai gelap dalam hidupku telah berganti menjadi pelangi yang indah. 

Bersama Soni dan Adita, aku menjalani hari-hariku dengan penuh cinta dan kebahagiaan. 

Semua derita yang pernah kualami terasa terbayar sudah dengan kebahagiaanku saat ini.

Kini, aku memohon kepada Tuhan agar pernikahan kami bisa langgeng hingga akhir hayat. 

Semoga kisah hidupku ini dapat menjadi inspirasi bagi mereka yang tengah menghadapi penderitaan serupa. 

Posting Komentar untuk "Kisah Pilu Seorang Istri, Melepas Trauma KDRT dan Meraih Kebahagiaan Cinta Sejati"

close