Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Serpihan Hati Yang Berserakan, Kisah Pengkhianatan Yang Menghancurkan Impian Pernikahan. Harus Bertahan Di Tengah Luka Mendalam!

Serpihan Hati yang Berserakan dan Kisah Pengkhianatan yang Merenggut Masa Depanku

Hari ini, Rabu, 5 Juni 2024, bukan sekadar tanggal di kalender. Hari ini adalah hari di mana impian, harapan dan kepercayaanku hancur berkeping-keping.

Serpihan Hati Yang Berserakan, Kisah Pengkhianatan Yang Menghancurkan Impian Pernikahan. Harus Bertahan Di Tengah Luka Mendalam!

Tanganku gemetar saat menuliskan kata demi kata ini, seolah-olah setiap getaran mewakili kepedihan yang kini bersemayam di dalam dada.

Mimpi Buruk yang Menjadi Nyata

Selama seminggu, tidurku dirasuki mimpi-mimpi buruk. 

Rinto, pria yang telah mengisi hari-hariku selama 5,5 tahun muncul dalam mimpi itu-bersama wanita lain. 

Bahkan ... dalam dunia bawah sadarku, aku digigit ular berbisa. 

Sekarang aku paham, mimpi-mimpi itu adalah bisikan hati yang terluka yang mencoba memperingatkanku tentang bahaya yang mendekat.

Namun, apa daya? Cinta telah membutakan mataku, menulikan telingaku.

Meskipun firasat buruk itu terus menghantuiku, keyakinanku pada Rinto tak tergoyahkan. 

Aku percaya, meski jarak Jakarta dan Bandung memisahkan kami, hatinya tetap setia padaku.

Menyingkap Tabir Pengkhianatan

Tanggal 20 Mei 2024, ketika kami berjanji untuk bertemu, pesanku diabaikan, Ada yang tidak beres. 

Didorong oleh kegelisahan yang tak tertahankan, aku nekat datang ke tokonya di Jakarta subuh-subuh, tanpa pemberitahuan.

Di sana, aku meminta bantuan Akang Asep, pemilik warung kopi 24 jam yang menjadi saksi bisu perjalanan cinta kami. 

Melalui video call dari ponselnya seakan duniaku seketika runtuh .. 

Di sana, terpampang foto profil Rinto berdua dengan seorang wanita yang tidak kukenal.

Itu... istrinya Bang Rinto, Teh... kata-kata Akang Asep menghujam tepat di jantungku.

Tiga bulan.. Selama tiga bulan terakhir, saat aku dengan setia menanti hari pernikahan kami. Rinto telah menikahi wanita lain. 

Ironis, bukan? Di saat aku menghitung hari menuju altar, dia malah mengucapkan janji suci dengan orang lain.

Luka di Balik Kesetiaan

Penantianku di tokonya berakhir dengan kekecewaan, Dia tak muncul hanya membalas pesanku di WhatsApp dengan dingin. 

Yang paling menyayat hati? Dia sama sekali tidak merasa bersalah.

Kamu tidak ada saat aku membutuhkanmu,tulisnya. Saat ibuku meninggal, saat usahaku sepi, kamu di mana? LDR ini membuatku kesepian.

Setiap kata membakar hatiku, Lima setengah tahun aku berjuang mempertahankan cinta ini melawan jarak dan waktu. 

Setiap malam, dalam sunyi kamarku di Bandung, aku berdoa untuk kebahagiaannya di Jakarta. 

Aku bahkan meminjamkan uang untuk mengembangkan tokonya dan ini wujud konkret dukunganku.

Tapi apa balasannya? 

Dia mencari "pelarian" dalam pelukan wanita lain. Lebih menyakitkan lagi, wanita itu kini mengandung anaknya sebelum dia menikahinya. 

Di saat aku memimpikan masa depan kami, dia malah membangun keluarga dengan orang lain.

Serpihan Hati yang Tersisa

Hari itu, aku pulang ke Bandung dengan tubuh utuh namun jiwa yang remuk. 

Dalam perjalanan, air mataku mengalir tanpa henti dan membasahi kursi kereta. 

Mungkin, bertahun-tahun kemudian, penumpang lain akan duduk di sana tanpa tahu bahwa tempat itu pernah menjadi saksi bisu patah hati yang begitu dalam.

Sampai di Bandung pukul 10:22, aku langsung menuju kantor. Ya ... bahkan dalam kehancuran, kewajiban tetap memanggil. 

Tapi siapa yang bisa fokus bekerja dengan hati yang berserakan? Aku bergerak seperti zombie, tubuh hadir namun jiwa melayang-layang, mencari kepingan cinta yang hilang.

Nafsu makan? Hilang entah ke mana. 

Makanan terasa seperti abu di mulut, minuman seperti air mata yang tertahan. 

Malam ini, di kamar sempit yang sunyi, aku mencurahkan semua ini. 

Bukan pada teman karena siapa yang mau mendengar ratapan hati di tengah malam? tapi pada kata-kata yang kini mengalir dari ujung pena.

Merajut Kembali yang Tersisa

Ironis memang. Di tangan Rinto, usahanya mulai berkembang salah satunya berkat uang yang kupinjamkan. 

Tapi cintaku? Dibalas dengan pengkhianatan yang kejam. Dia berjanji akan mengembalikan uangku akhir bulan. 

Mudah-mudahan janjinya kali ini tidak sepalsu ikrar cintanya dulu.

Andai saja dia tahu, uang bisa dicari, tapi kepercayaan yang hancur? Sangat sulit untuk dibangun kembali. 

Kini, aku tidak hanya kehilangan kekasih, tapi juga kehilangan kemampuan untuk mempercayai orang lain sepenuh hati.

Rasanya ingin berteriak pada dunia: 

Lihatlah! Inilah yang terjadi ketika kau memberikan hatimu pada orang yang salah!

Ingin kumaki langit, ingin kucaci bumi. Tapi apa gunanya? Kemarahan hanya akan melukai diriku sendiri lebih dalam.

Meniti Jalan Pemulihan

Entah sampai kapan luka ini akan menganga, Saat ini, setiap sudut Bandung menyimpan kenangan tentang kami. 

Taman tempat kami pertama bergandengan tangan, kafe tempat dia berjanji setia, bahkan trotoar yang pernah kami susuri bersama-semuanya kini berubah menjadi museum patah hati.

Ada kalanya aku ingin membalas dendam, ingin mendatangi istrinya dan membongkar semua kebohongan Rinto. 

Tapi, haruskah kubuat wanita lain merasakan pedih yang sama? 

Tidak. Aku mungkin terluka, tapi aku tidak ingin menjadi membuat orang lain terluka.

Malam-malam awal sungguh berat. Ada saat-saat aku merasa seperti akan gila, didera kemarahan dan pengkhianatan. 

Tapi perlahan, aku mulai menyadari, ini bukan akhir duniaku. 

Ya, mungkin akhir dari satu bab kehidupan, tapi bukan akhir dari keseluruhan cerita.

Setiap pagi, aku paksakan diri untuk bangun, meski jiwa enggan. 

Setiap siang, aku datang ke kantor, berjuang fokus meski pikiran berkelana. 

Dan setiap malam, aku menulis menumpahkan semua rasa, mengosongkan hati dari racun pengkhianatan.

Kepada siapapun yang membaca kisahku, yang mungkin sedang merasakan luka serupa, aku ingin berbisik ... 

Bertahanlah, Aku tahu sekarang terasa seperti akhir dunia. Tapi percayalah, ini hanya awal dari babak kehidupan yang lebih baik.

Memang, saat ini aku masih terluka. Masih ada saat-saat aku terbangun di tengah malam, merindukan seseorang yang telah memilih untuk pergi. 

Masih ada pagi-pagi di mana aku menatap cermin, bertanya-tanya apakah ada yang kurang dariku, apakah itu sebabnya dia berpaling.

Tapi di tengah kepedihan ini, ada setitik harapan yang mulai bersemi. 

Suatu hari nanti, luka ini akan menjadi bekas. 

Dan dari bekas luka itu, akan tumbuh kekuatan-kekuatan untuk mencintai lagi, tapi kali ini dengan lebih bijak dan tanpa kehilangan diri sendiri.

Kisah cintaku dengan Rinto mungkin berakhir dengan pengkhianatan. Tapi kisah hidupku? Oh, itu baru saja dimulai. 

Dan aku bersumpah, babak selanjutnya akan ditulis dengan tinta keberanian, bukan air mata.

Posting Komentar untuk "Serpihan Hati Yang Berserakan, Kisah Pengkhianatan Yang Menghancurkan Impian Pernikahan. Harus Bertahan Di Tengah Luka Mendalam!"

close