Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Serpihan Hati yang Berserakan, Kenyataan Pahit Tasya Melihat Bimo Dalam Pelukan Pria Penyuka Sesama Jenis

Senja mulai merambat di langit Bandung ketika aku, Tasya, bersama ketiga sahabatku. 

Melani, Sekar, dan Dita - tiba di area parkir Kawah Putih. 

Pertemuan Tak Terduga Nostalgia di Kawah Putih

Udara sejuk khas pegunungan menyapa kulit kami, membuat penat setelah perjalanan panjang dari kota seketika luruh.

Ayo, Tasyaa! Jangan bengong aja. Kita udah sampe nih, 

seru Melani sambil menarik tanganku.

Aku tersenyum, merapikan hijab berwarna pastel yang kukenakan. 

Pertemuan Tak Terduga

Nostalgia di Kawah Putih

Di usiaku yang ke-22 tahun ini, aku merasa hidupku sudah cukup mapan. 

Bekerja sebagai resepsionis di sebuah perusahaan telekomunikasi ternama di Bandung, aku merasa beruntung bisa mengambil cuti dan berlibur bersama sahabat-sahabatku.

Kami berjalan menyusuri jalan setapak menuju kawah, mengagumi pemandangan alam yang memesona. Tiba-tiba, sebuah suara memanggil namaku.

Tasya? apakah itu kamu, iya sepertinya kamu tasya?

Aku menoleh, mencari sumber suara. 

Seorang pria tinggi tegap berdiri tak jauh dariku, senyumnya lebar dan ramah. Aku mengernyitkan dahi, berusaha mengingat.

Maaf, kamu siapa ya? tanyaku sopan.

Pria itu tertawa kecil. 

Ini aku, Bimo. Teman SMP kamu dulu. Inget nggak?

Mataku membelalak tak percaya. Bimo? Si Bimo yang dulu pendek, dekil, dan selalu berantakan itu? 

Aku nyaris tidak mengenalinya. Bimo yang ada di hadapanku kini begitu berbeda - modis, tegap, dan... keren😍

Awal Mula Kisah Cinta

Pertemuan yang Mengubah Segalanya

Pertemuan tak terduga di Kawah Putih itu menjadi awal dari sebuah kisah yang mengubah hidupku. 

Aku dan Bimo bertukar nomor telepon, dan sejak saat itu kami mulai sering berkomunikasi. 

Dari obrolan ringan tentang masa lalu, hingga cerita-cerita tentang kehidupan kami saat ini.

Bimo bercerita bahwa ia kini bekerja sebagai sales marketing mobil korea di Jakarta. 

Mendengar cerita dan semua tentang kesibukannya di ibu kota membuatku kagum dengan perubahan yang ia alami.

Kamu bener-bener berubah ya, Bim, 

kataku suatu malam saat kami sedang video call.

Bimo tersenyum. 

Semua orang pasti berubah, Tas. Tapi perasaan aku ke kamu dari dulu nggak pernah berubah.

Jantungku berdegup kencang mendengar ucapannya. Apakah ini artinya...?

Cinta yang Tumbuh Perlahan

Hari demi hari berlalu, dan hubungan kami semakin dekat. 

Kami sering melakukan sleep call, video call, deep talk dan berkabar sepanjang hari. 

Tanpa sadar, aku mulai jatuh cinta pada sosok Bimo yang baru.

Hingga suatu malam, melalui video call, Bimo mengutarakan perasaannya.

Tas, aku tau kita LDR. Tapi... maukah kamu jadi pacarku?

Tanpa ragu, aku menjawab, 

Iya, Bim. Aku mau.

Begitulah awal kisah cinta kami. Sebuah hubungan jarak jauh yang terasa begitu dekat. 

Bimo selalu memberi kabar, tapi tidak pernah menggangguku ketika aku sedang bersama teman-temanku. 

Ia begitu pengertian, berbeda dengan mantan-mantanku sebelumnya - Ariel dan Luki - yang begitu posesif dan cemburuan.

Keraguan yang Mulai Muncul

Kecurigaan Sahabat

Suatu sore, aku dan ketiga sahabatku berkumpul di kafe favorit kami. 

Melani, yang selalu kritis, tiba-tiba melontarkan pertanyaan yang membuatku tertegun.

Tas, kok Bimo nggak pernah cemburu sih? Aneh deh. Masa cowok nggak jeles sama cewek secantik kamu?

Aku terdiam, tidak tahu harus menjawab apa. Sekar dan Dita langsung membela Bimo.

Ih, Mel. Kok gitu sih? Berarti Tasya dapet cowok yang sempurna dong, ujar Sekar.

Dita mengangguk setuju. 

Iya, harusnya kamu seneng, Tas. Jarang lho ada cowok yang bisa percaya banget sama pacarnya.

Aku hanya tersenyum tipis, tapi dalam hati aku mulai memikirkan kata-kata Melani. Benarkah ada yang aneh dengan sikap Bimo?

Hadiah Ulang Tahun yang Membahagiakan

Keraguan itu sempat terlupakan ketika Bimo datang ke Bandung untuk merayakan ulang tahunku yang ke-23. 

Ia memberiku hadiah parfum Bulgari yang sudah lama kuincar.

Makasih ya, Bim. Kamu tau aja aku suka banget sama parfum ini, ucapku terharu.

Bimo tersenyum lembut. 

Apa sih yang nggak buat kamu, Tas?

Saat itu, aku merasa menjadi wanita paling beruntung di alam semesta. 

Bimo tidak hanya tampan dan tegap, tapi juga perhatian dan pengertian. 

Ia sering mengirimiku GoFood bahkan transfer GoPay, memastikan aku selalu baik-baik saja meski kami terpisah jarak.

Kebenaran yang Menyakitkan

Kejutan yang Berujung Petaka

Setahun berlalu, dan hubungan kami masih berjalan dengan baik. 

Suatu hari, aku mendapat tugas untuk menghadiri acara kantor di Jakarta. Aku sengaja tidak memberitahu Bimo, berniat memberinya kejutan.

Malam itu, seusai acara sekitar pukul 22:10, aku naik taksi online menuju apartemen Bimo. 

Jantungku berdebar kencang membayangkan ekspresi terkejutnya nanti.

Namun, takdir berkata lain..  

Di basement apartemen, pemandangan yang kulihat menghancurkan seluruh duniaku.

Bimo, kekasihku yang selama ini kuidamkan, sedang merangkul mesra seorang pria yang lebih muda dan lebih pendek darinya. 

Awalnya aku berusaha positive thinking, mungkin itu hanya temannya. Tapi kemudian...

Bimo mencium kening pria itu dan memeluknya erat.

Duniaku seketika runtuh.

Konfrontasi dan Kehancuran

Bimo! Apa-apaan ini?!

teriakku, tak bisa lagi menahan emosi.

Bimo terperanjat melihatku. Wajahnya pucat pasi. 

T-Tasya? Kamu... kenapa ada di sini?

Aku tak menjawab, Air mataku sudah tumpah. Tanpa menunggu penjelasannya, aku berbalik dan lari secepat yang kubisa.

Tasya! Tunggu! Biar aku jelasin!

Aku masih bisa mendengar teriakan Bimo, tapi aku tak peduli.

Aku kembali ke Bandung dengan hati hancur berkeping-keping. 

Begitu tiba, aku langsung menghubungi ketiga sahabatku.

Masa Pemulihan

Dukungan Sahabat

Melani, Sekar, dan Dita langsung datang ke rumahku begitu mendengar ceritaku. 

Mereka memelukku erat, membiarkanku menangis sejadi-jadinya.

Udah, Tas. Nangis aja. Keluarin semuanya, bisik Melani sambil mengelus punggungku.

Sekar dan Dita hanya bisa terdiam, shock mendengar ceritaku. 

Siapa sangka Bimo yang selama ini mereka anggap sempurna ternyata menyimpan rahasia sebesar ini?

Kamu kuat, Tas. Kamu pasti bisa lewatin ini, 

ujar Dita, berusaha menyemangatiku.

Depresi dan Perjuangan

Hari-hari berikutnya terasa begitu berat. 

Aku kehilangan nafsu makan dan gairah hidup. 

Bahkan untuk bangun dari tempat tidur pun rasanya begitu sulit.

Yang membuatku semakin terpuruk adalah kenyataan bahwa orang tuaku sudah sangat menyukai Bimo. 

Bagaimana aku harus menjelaskan pada mereka?

Ma, Pa... Bimo... dia...

Aku tak sanggup melanjutkan kata-kataku. Air mata kembali mengalir deras.

Mama memelukku erat. 

Ssshh... nggak apa-apa, sayang. Kamu nggak perlu jelasin apa-apa sekarang.

Papa mengelus kepalaku lembut. 

Yang penting kamu baik-baik aja, Nak. Itu udah cukup buat Papa dan Mama.

Aku bersyukur memiliki keluarga dan sahabat yang begitu mendukung. 

Perlahan tapi pasti, dengan bantuan mereka, aku mulai bisa bangkit.

Proses Penyembuhan

Kembali Menemukan Diri

Setahun berlalu sejak kejadian itu. Dengan dukungan dari orang-orang terdekatku, aku mulai bisa tersenyum lagi. 

Nafsu makanku kembali, dan aku mulai menikmati hal-hal kecil dalam hidup.

Ayo dong, Tas. Kita jalan-jalan lagi yuk kayak dulu, ajak Sekar suatu hari.

Awalnya aku ragu, tapi akhirnya aku mengangguk. 

Oke deh. Kita mau ke mana?

Ke Kawah Putih lagi aja gimana? Kita ganti kenangan buruk dengan yang baru, usul Dita.

Aku tersenyum. Mungkin ini memang saatnya untuk move on dan membuka lembaran baru.

Kabar yang Mengejutkan

Tiga tahun berlalu sejak hari itu. Aku sudah merasa jauh lebih baik, meski terkadang bayangan Bimo masih muncul dalam mimpiku.

Suatu pagi, Melani menghubungiku dengan suara bergetar.

Tas... kamu udah denger kabar tentang Bimo?

Jantungku berdegup kencang. Belum, Mel. Kenapa emangnya?

Bimo... dia... meninggal, Tas. Karena AIDS.

Kamu tau dari mana? 

 Dari postingan adiknya bimo di IGnya Bimo

Duniaku seketika hening. Meski sudah tiga tahun berlalu, mendengar kabar ini membuatku kembali terguncang. Air mataku menetes tanpa bisa kutahan.

Membuka Lembaran Baru

Cinta yang Baru

Di usiaku yang ke-28, aku akhirnya bisa benar-benar membuka hati. Rully, pria yang kukenal melalui teman kantor, perlahan mengisi kekosongan di hatiku.

Kamu yakin udah siap, Tas? 

tanya Melani saat aku bercerita tentang Rully.

Aku mengangguk mantap. 

Iya, Mel. Rully beda. Dia... normal.

Melani tersenyum. 

Yah, walaupun seperti cowok kebanyakan yah? cemburu dan sedikit posesif

Aku tertawa kecil. "Nggak apa-apa. Setidaknya itu tanda dia sayang sama aku."

Pelajaran Hidup

Kisah cintaku dengan Bimo mungkin berakhir dengan cara yang menyakitkan. 

Tapi dari pengalaman itu, aku belajar banyak hal. 

Tentang cinta, kepercayaan, dan betapa pentingnya kejujuran dalam sebuah hubungan.

Kini, saat aku memandang cincin pertunangan di jariku - pemberian Rully - aku tersenyum. 

Hidup memang penuh kejutan. Kadang menyakitkan, tapi juga bisa membawa kebahagiaan yang tak terduga.

Aku Tasya, siap menjalani babak baru dalam hidupku. 

Dengan cinta yang baru, harapan yang baru, dan keyakinan bahwa masa depan akan jauh lebih cerah.

Posting Komentar untuk "Serpihan Hati yang Berserakan, Kenyataan Pahit Tasya Melihat Bimo Dalam Pelukan Pria Penyuka Sesama Jenis"

close